Eun-Cha mencoba mengabaikan musik yang masih mengalun keras dari lantai atas. Dia sangat lelah dan ingin tidur sejenak. Mengambil earphone untuk menutup telinganya, dia pun merebahkan tubuh dan memejamkan mata.
Terhitung baru sepuluh menit Eun-Cha memejamkan mata, indera pendengarannya menangkap suara ketukan pada pintu. Ah, bukan ketukan, tapi suara gedoran tak sopan yang entah siapa pelakunya.
Sambil berdecak jengkel, Eun-Cha bangun dan melepas earphone di telinganya. “Ck, siapa yang mengetuk pintu itu? Tidak sopan sekali,” gerutunya, tapi toh tetap dia berjalan menghampiri pintu, lalu membukanya.
Kedua mata Eun-Cha memicing tajam ketika menemukan sosok Jae-Hwa dan kedua temannya berdiri di depan pintu kamarnya. “Ada apa?” tanyanya ketus dan sinis bukan main.
“Maaf mengganggu, apa Tante sedang tidur?” Tentu saja pertanyaan Jae-Hwa itu hanya basa-basi karena sejak awal dia memang berniat mengganggu Eun-Cha.
“Menurutmu?”
“Maaf ya mengganggu, tapi kami membutuhkan bantuan Tante.”
“Bantuanku?” Kening Eun-Cha mengernyit dalam, heran dan penasaran.
“Ya, kami diberi tugas kuliah tapi ada beberapa yang tidak kami mengerti. Boleh kami bertanya pada Tante? Aku yakin Tante pasti bisa mengajari kami.”
Eun-Cha mendengus, tak percaya Jae-Hwa meminta hal seperti ini padanya. Meminta mengajari mereka mengerjakan tugas kuliah? Yang benar saja, tentu Eun-Cha tak sudi melakukannya.
“Kenapa kalian tidak bertanya pada dosen kalian saja? Kenapa malah bertanya padaku?”
“Untuk apa bertanya pada dosen yang rumahnya sangat jauh dari sini. Ah, bahkan kami tidak tahu rumahnya di mana, jika ada Tante yang sangat cerdas dan bisa mengajari kami.”
Eun-Cha melipat kedua tangan di depan dada, menghadapi Jae-Hwa memang selalu membuatnya kehilangan kendali dan nyaris habis kesabaran. “Dari mana kau bisa seyakin itu bahwa aku bisa mengajari kalian mengerjakan tugas kuliah? Aku sudah lama lulus kuliah.”
“Justru karena Tante sudah lulus kuliah, aku yakin Tante pasti tahu cara mengerjakan tugas ini. Ya, Tante tolong bantu kami.”
Hanya Jae-Hwa yang sejak tadi berbicara karena Joo Won dan Yong-Sun yang berada di sampingnya tak mengeluarkan suara barang sepatah kata pun, mereka terheran-heran kenapa Jae-Hwa melakukan tindakan seperti ini pada istrinya.
“Aku tidak mau. Lagi pula aku perhatikan sejak tadi kalian bersenang-senang di atas, menyanyi dan menari bersama sampai kencang sekali musik yang kalian putar. Mengganggu ketenangan orang lain saja.” Eun-Cha menatap dengan tajam Jae-Hwa dan kedua temannya secara bergantian.
“Lalu kenapa sekarang tiba-tiba kalian datang padaku dan memintaku mengajari kalian mengerjakan tugas? Ini tidak masuk akal, kenapa tidak sejak tadi kalian mengerjakan tugas?”
“Itu karena kami sangat frustrasi makanya kami pikir setelah bersenang-senang sebentar dan mencari hiburan pikiran kami akan tenang dan fokus mengerjakan tugas. Tapi ternyata kami tidak mengerti cara mengerjakan tugas itu karenanya kami meminta bantuan Tante. Tolong bantu kami.” Jae-Hwa bahkan menangkupkan kedua tangan di depan dada sebagai bentuk permohonan agar Eun-Cha merasa iba padanya.
Sayangnya Eun-Cha sama sekali tak merasa iba, dia menggelengkan kepala dengan cepat. “Tidak. Sudah kukatakan tidak berarti tidak. Lagi pula aku lelah, ingin istirahat. Tolong kalian jangan ganggu aku.”
Eun-Cha berniat menutup pintu, tapi dengan cepat Jae-Hwa menahannya. “Oh, begitu. Baiklah kalau Tante tidak mau membantu kami, tapi jangan salahkan aku jika aku memberitahu mereka bahwa aku dan Tante ….”
“Cukup!” bentak Eun-Cha seraya mengangkat tangan, tahu persis maksud perkataan Jae-Hwa walau pria itu belum menyelesaikannya. Lagi-lagi suaminya yang brengsek tengah mengancamnya.
“Kenapa Tante? Apa Tante berubah pikiran dan akan mengajari kami?” tanya Jae-Hwa disertai senyum lebar karena yakin dia berhasil menyudutkan Eun-Cha dan membuatnya tak bisa berkutik.
“Ok, ok, aku akan mengajari kalian. Jadi, tunjukan tugas kalian padaku.”
Jae-Hwa pun menyeringai karena kini dia sudah tahu kelemahan Eun-Cha agar wanita itu bertekuk lutut di hadapannya.
***
Jae-Hwa tentu berbohong saat mengatakan dirinya tak mengerti cara mengerjakan tugas kuliahnya, itu hanya alasan untuk mengganggu Eun-Cha. Joo Won dan Yong-Sun pun tak berkomentar apa-apa, dengan terpaksa mengikuti permainan Jae-Hwa walau mereka tak mengerti kenapa Jae-Hwa melakukan ini pada istrinya.
Eun-Cha benar-benar membantu ketiga pria itu mengerjakan tugas kuliah mereka. Banyak hal yang ditanyakan Jae-Hwa dan Eun-Cha selalu bisa menjelaskannya dengan mudah. Kecerdasan Eun-Cha tak perlu diragukan lagi, terutama karena jurusan yang Jae-Hwa dan kedua temannya ambil sama dengan jurusan yang dulu diambil Eun-Cha saat kuliah yaitu management business.
Hampir dua jam Eun-Cha membantu ketiga pria itu mengerjakan tugas hingga akhirnya Joo Won dan Yong-Sun pulang karena tugas mereka sudah selesai dikerjakan. Eun-Cha yang kelelahan karena dijahili suaminya itu pun benar-benar tertidur pulas di kamarnya setelah itu.
Pukul delapan malam Eun-Cha terbangun, merasa perutnya sangat lapar karena belum diisi makanan apa pun sejak pagi tadi, dia pun pergi ke dapur untuk membuat makanan.
“Hei, kau mau memasak?”
Eun-Cha tersentak kaget saat sebuah suara tiba-tiba terdengar, berasal dari Jae-Hwa yang tiba-tiba muncul.
Eun-Cha mendengus, tak mempedulikan keberadaan suaminya yang menyebalkan, dia pun melanjutkan niatnya untuk membuat makanan. Namun, lagi-lagi dia yang tengah fokus mengiris sayuran, tersentak kaget karena seseorang tiba-tiba memijat pundaknya tanpa permisi. Tentu saja Jae-Hwa lagi pelakunya. Terlalu fokus mengiris sayuran, Eun-Cha sampai tak sadar pria itu berjalan menghampiri dan berdiri di belakangnya.
“Apa yang kau lakukan?!” tanya Eun-Cha tak suka seraya menepis dengan kasar kedua tangan Jae-Hwa yang sedang memijat pundaknya.
“Galak sekali, padahal aku sedang membantumu. Pasti nyaman sekali kan pundak dipijat seperti itu.”
“Jangan sembarangan menyentuhku, aku tidak suka. Lagi pula, apa kau lupa peraturan yang aku berikan? Jangan coba-coba menyentuhku meski seujung jari sekalipun.”
Jae-Hwa terkekeh alih-alih merasa tersinggung dengan penolakan Eun-Cha.
“Baiklah, aku tidak akan menyentuhmu. Tapi izinkan aku membantumu. Anggap ini sebagai permintaan maaf karena hari ini aku dan teman-temanku sudah mengganggu dan merepotkanmu.”
“Membantuku? Memangnya apa yang bisa kau lakukan untuk membantuku?” tantang Eun-Cha seraya bersedekap dada dengan angkuh.
“Aku bisa menggantikanmu memasak.”
“Oh, ya?” Eun-Cha tersenyum miring, tak percaya pria seperti Jae-Hwa bisa memasak.
“Kau tidak percaya aku bisa memasak?”
Dengan tegas Eun-Cha menggelengkan kepala. “Sedikit pun tidak percaya.”
“Huh, kalau begitu akan kubuktikan padamu. Kau tunggu saja, sebentar lagi makanan lezat akan terhidang di depanmu dan kau akan menyesal karena sudah meragukan kemampuan memasakku.”
Eun-Cha menggelengkan kepala disertai senyum penuh cibiran, tapi toh dia biarkan Jae-Hwa memasak untuk membuktikan perkataannya tadi.
Di luar dugaan, Jae-Hwa memang cukup pandai memasak. Setelah bergelut di dapur selama hampir satu jam akhirnya dua porsi ramyeon panas tersaji di atas meja.
Melihat seporsi mie Korea yang tampak pedas jika dilihat dari kuahnya itu terhidang di depannya, Eun-Cha mendengus sembari tersenyum penuh cibiran. “Jangan bercanda. Kau bilang bisa memasak ternyata hanya bisa membuat mie? Semua orang juga bisa membuatnya, bahkan anak kecil sekalipun.”
“Itu jika membuat ramyeon instan, ramyeon ini aku sendiri yang membuatnya, tentu saja termasuk mie-nya. Kau harus mencicipinya dulu baru berkomentar.”
“Aku tidak suka mie,” sahut Eun-Cha sambil mendorong mangkok berisi mie kuah itu menjauh darinya.
“Di malam hari yang dingin seperti ini memakan mie panas sangat cocok. Bisa menghangatkan tubuh kita.”
“Aku tetap tidak mau,” sahut Eun-Cha final, tak menerima bantahan.
“Cepat dimakan atau kau mau aku yang menyuapimu?”
Eun-Cha mengernyitkan kening mendengar ancaman Jae-Hwa tersebut. “Huh, kau pikir gertakanmu itu akan berpengaruh padaku?”
Tersinggung karena ucapan seriusnya dianggap sebagai gertakan, Jae-Hwa pun bangkit dari duduknya. Dia menghampiri Eun-Cha, mengambil mangkok mie milik Eun-Cha beserta sumpitnya, pria itu serius akan menyuapi Eun-Cha yang begitu keras kepala.
“Aku serius akan menyuapimu, siapa bilang aku sedang menggertak? Cepat buka mulutmu.”
Eun-Cha mulai panik. “Baiklah, biar aku yang memakannya sendiri.” Dan dengan cepat dia merebut sumpit di tangan Jae-Hwa. Eun-Cha pun dengan ragu memasukan ramyeon yang dibuat Jae-Hwa itu ke dalam mulutnya.
“Bagaimana? Rasanya lezat, bukan?” tanya Jae-Hwa penasaran ingin mengetahui pendapat Eun-Cha tentang rasa masakannya.
“Hm, lumayan.”
Jawaban Eun-Cha memang sesingkat itu, tapi melihat wanita itu yang terus dan terus memasukan mie ke dalam mulut hingga habis tak bersisa dalam waktu sekejap, Jae-Hwa mengulum senyum, tahu persis sang istri menyukai masakannya.
“Karena di rumah ini hanya ada kita berdua, mulai sekarang aku akan membantumu.”
“Maksudnya?” tanya Eun-Cha, meminta penjelasan atas perkataan Jae-Hwa yang mendadak itu.
“Kita bagi-bagi tugas. Kau yang membersihkan rumah, sedangkan memasak serahkan padaku. Mulai hari ini akulah yang akan menyiapkan makanan untukmu.”
Jae-Hwa kembali ke tempat duduknya, alih-alih memakan mie miliknya, dia justru mendorong mangkok mie miliknya ke arah Eun-Cha. “Habiskan bagianku. Aku sudah makan tadi saat kau sedang tidur.”
“Hah? Tidak. Aku sudah kenyang. Kau habiskan saja mie milikmu.”
Mendengar penolakan Eun-Cha, Jae-Hwa mendengus. “Jangan berpura-pura begitu. Aku tahu kau masih lapar dan masih menginginkan memakan mie-nya. Habiskan, ya, Istriku.”
Jae-Hwa pun melangkah pergi meninggalkan Eun-Cha, tanpa dia ketahui panggilannya barusan menciptakan semburat merah bermunculan di wajah Eun-Cha.
Sial, ternyata Jae-Hwa pandai menggombal dan merayu dengan tindakan-tindakan sederhana tapi manis. Semoga hati Eun-Cha baik-baik saja setelah ini. Ya, semoga saja.