Jae-Hwa hanya mampu melongo ketika mobil yang dikendarai Eun-Cha berhenti di depan rumah mewah berlantai tiga.
“Hei, ini rumah siapa? Kenapa kita datang ke sini?”
Eun-Cha mendengus padahal suaminya benar-benar kebingungan dan membutuhkan penjelasan darinya.
“Ini rumahku. Memangnya kau pikir rumah siapa?”
Setelah memberikan jawaban dengan nada ketus dan sinis, Eun-Cha dengan santai turun dari mobil, berjalan menuju pintu rumah dan membukanya. Dia tinggalkan Jae-Hwa yang masih mematung di dalam mobil tanpa basa basi mengajaknya.
“Ck, baru kali ini ada wanita yang mengabaikanku seperti ini. Ah, ini semakin menarik saja,” gumam Jae-Hwa seraya menjulurkan lidah dan menjilati bibirnya sendiri. Dia pun turun dari mobil, mengikuti Eun-Cha memasuki rumah bak mansion tersebut.
Di sisi lain, Eun-Cha yang kelelahan setelah seharian mengikuti semua prosesi pernikahan, memutuskan untuk membersihkan diri. Dia masuk ke kamarnya, melepas pakaian yang melekat di tubuhnya dan hanya mengenakan handuk sebatas dada dan paha, dia pun masuk ke kamar mandi yang berada di kamarnya.
“Hah, lelahnya,” gumam Eun-Cha yang kini masuk ke dalam bathtub, dia pun berendam di sana untuk mengistirahatkan tubuh yang benar-benar terasa lelah.
Cukup lama dia berendam, hingga saat merasa mulai kedinginan, dia pun keluar dari bathtub, membersihkan sejenak sabun di tubuhnya, setelah selesai Eun-Cha pun keluar dari kamar mandi masih dengan hanya mengenakan handuk putih yang membalut tubuh telanjangnya.
Eun-Cha tak memperhatikan sekitar kamar, hingga saat mendengar suara siulan dari arah ranjang.
“Kurang ajar, sedang apa kau di sini?!”
Eun-Cha panik bukan main ketika melihat sosok Jae-Hwa tengah berbaring santai di ranjangnya. Tatapan pria itu tertuju sepenuhnya pada tubuh Eun-Cha yang nyaris telanjang itu.
Menyadari tatapan mesum Jae-Hwa tertuju padanya, Eun-Cha dengan cepat berlari ke arah lemari, mengambil jubah tidur, dengan cepat dia mengenakan jubah itu untuk menutupi tubuhnya.
“Aku tanya apa yang kau lakukan di sini, Hah?!”
Alih-alih takut karena Eun-Cha membentak dengan keras, Jae-Hwa justru terkekeh kecil.
“Jawabannya sudah jelas, kan? Aku di sini karena ini kamar kita berdua.”
“Jangan gila. Ini kamarku, bukan kamarmu.”
“Kau itu istriku, artinya kamarmu kamarku juga.”
Gemas dengan kekeraskepalaan Jae-Hwa, Eun-Cha berjalan menghampiri ranjang. Dia mengambil guling, berniat memukulkannya pada Jae-Hwa agar pria itu pergi dari kamarnya, pergerakannya kalah cepat karena sebelum guling itu mendarat di tubuh Jae-Hwa, pria itu dengan cepat menangkap guling yang dilayangkan Eun-Cha dan menariknya dengan kuat, akibatnya Eun-Cha ikut tertarik dan jatuh terlentang di tempat tidur.
Memanfaatkan kondisi Eun-Cha yang tidak berdaya, sebelum wanita itu kembali bangkit berdiri, Jae-Hwa dengan cepat mengungkungnya, membuat Eun-Cha tak berkutik, tak mampu melepaskan diri dan hanya bisa terlentang pasrah di bawah Jae-Hwa.
“Kau semakin terlihat cantik dan menggoda setelah mandi.”
“Menyingkir dari tubuhku!” Eun-Cha kembali membentak seraya mendorong dada bidang Jae-Hwa agar menyingkir darinya. Namun, usahanya sia-sia, Jae-Hwa jelas lebih kuat darinya.
“Malam ini seharusnya menjadi malam pertama kita. Jadi, sudah seharusnya kita berada dalam posisi ini. Benar, bukan?”
“Jangan mengatakan omong kosong. Menyingkir kataku!”
“Ini bukan omong kosong, melainkan kenyataan karena kita sudah resmi menjadi suami istri. Jadi, sudah seharusnya kita melakukan ritual malam pertama. Lagi pula, kau ingat yang dikatakan ibumu dan orang tuaku?”
Eun-Cha tak menyahut, dia terus berusaha mendorong dada Jae-Hwa agar menyingkir darinya.
Sedangkan Jae-Hwa semakin gencar mengintimidasi sang istri, dia mendekatkan wajahnya ke telinga Eun-Cha dan berbisik, “Mereka meminta kita secepatnya memberikan cucu karena itu malam ini kita harus berjuang dan bekerja keras.”
Jae-Hwa kembali mendekatkan wajahnya, kali ini bibir Eun-Cha yang dia tuju. Namun, alih-alih mencium bibir Eun-Cha, yang pria itu dapatkan justru tamparan keras di salah satu pipinya. Eun-Cha menampar Jae-Hwa dengan keras, tidak hanya itu … dia juga menendang paha Jae-Hwa sehingga berhasil melepaskan diri dari kungkungannya.
“Kau ini kasar sekali, padahal aku ini suamimu,” rintih Jae-Hwa seraya memegangi sebelah pipinya yang memerah karena tamparan sang istri.
Eun-Cha bangkit berdiri sehingga kini dia berdiri berhadap-hadapan dengan Jae-Hwa.
“Dengar, alasan aku menikah denganmu karena terpaksa. Ini semua demi ibuku. Jadi, jangan harap pernikahan kita akan berjalan normal seperti pasangan lainnya.”
Jae-Hwa tak mengatakan apa pun, masih tetap mengusap pipinya yang terasa memanas.
“Sejak awal aku sudah bilang padamu, aku tidak sudi menikah dengan pria yang jauh lebih muda dariku dan lebih pantas menjadi adikku.”
“Tapi kenyataannya kita sudah resmi menjadi suami istri sekarang.”
Eun-Cha mendengus keras. “Itu hanya sebatas status karena sampai kapan pun aku tidak akan mengakui atau menganggapmu sebagai suami. Tapi karena statusmu yang sebagai suamiku, kuizinkan kau tinggal di rumah ini. Kau bebas menempati kamar mana pun, tapi tidak kamar ini. Paham?”
Jae-Hwa mendecih, jelas dia tak terima diperlakukan seperti ini oleh istrinya.
“Dan lagi ada dua peraturan yang harus kau patuhi jika tidak ingin aku menendangmu keluar dari rumah ini.”
“Dua peraturan?” Jae-Hwa mengernyitkan kening.
“Ya. Pertama, jangan coba-coba menyentuhku seperti tadi karena sampai kapan pun kita tidak akan melakukan hubungan intim.”
“Huh, ini tidak adil padahal kau itu sudah menjadi milikku sekarang,” gerutu Jae-Hwa yang diabaikan sepenuhnya oleh Eun-Cha.
“Kedua, rahasiakan pernikahan kita ini dari orang lain. Cukup keluarga kita saja yang mengetahuinya.”
Detik itu juga Jae-Hwa melebarkan mata. “Hah? Kenapa kita harus merahasiakan pernikahan ini?”
“Jawabannya sudah jelas karena aku malu memiliki suami sepertimu. Harus berapa kali kukatakan padamu… kau itu lebih pantas menjadi adikku dibandingkan suami. Jadi, mulai sekarang jaga mulutmu. Jangan sampai orang lain tahu bahwa aku ini istrimu. Paham?”
Jae-Hwa tak menyahut, tindakan yang berhasil semakin menyulut emosi Eun-Cha.
“Apa kau mengerti dengan dua peraturan yang kukatakan tadi?” tanya Eun-Cha penuh penekanan.
“Ya, ya, aku mengerti. Aku tidak bodoh.”
“Bagus kalau kau mengerti. Sekarang keluar dari kamarku.” Eun-Cha mengusir dengan tegas seraya jari telunjuknya tertuju ke arah pintu.
“Kalau aku tidak mau keluar dan ingin tidur di sini, bagaimana?”
Tentu saja Jae-Hwa bermaksud menggoda, tapi Eun-Cha yang pemarah tak terpengaruh sedikit pun dengan godaan itu.
Tanpa ragu Eun-Cha menarik salah satu tangan Jae-Hwa, membawanya paksa menuju pintu. Lalu dia dorong punggung pria itu keluar dari kamarnya
“Jangan pernah masuk lagi ke kamar ini,” ujar Eun-Cha sebelum membanting pintu dan menguncinya dari dalam.
Di luar kamar, Jae-Hwa terkekeh kecil diperlakukan sekasar itu oleh seorang wanita, terlebih istrinya.
“Sepertinya cukup sulit menaklukanmu. Tapi, jangan menganggapku anak kecil yang akan menurutimu begitu saja. Kita lihat saja siapa yang pada akhirnya akan menyerah.”
Entah apa yang direncanakan Jae-Hwa untuk menghadapi sang nona billionaire yang arogan? Pria itu lantas melangkah pergi, memilih mengalah untuk malam ini.