loader image

Novel kita

The Betrayal – Bab 8

The Betrayal – Bab 8

Kecelakaan
92 User Views

Dua minggu berjalan, Malika masih belum siap mengatakan semuanya kepada Silva. Ya, memang ini adalah keputusan yang berat.

“Hallo Reen, ada apa? Gue lagi di jalan nih, baru selesai ngampus,” sahut Malika, menerima panggilan telepon dari Shereen.

“Elo bisa ke tempat gue sekarang? Penting banget, ada Erga di sini. Dia mau ngomong sama elo. Gue rasa ini kesempatan elo juga buat jujur ke Silva. Apa setelah ini gue hubungi Silva?” papar Shereen di seberang ponsel.

“Aduhhh … kok dadakan gini, Reen?”

“Lah kenapa? Kan biar masalah elo selesai, Ka.”

“Tapi ini mendadak banget, gue tuh belum siap. Apalagi sampai harus jujur juga ke Silva di depan Erga.”

“Gue udah bilang semuanya ke Erga, kalau elo berniat ngomong yang sebenarnya sama Silva. Dia juga mau jujur sama Silva tentang perasaannya ke elo.”

“Gue belum siap, Reennn,” teriak Malika di seberang ponselnya.

“Bodo, buruan dah ke sini.” Shereen terus memaksa.

***

Di jalan Malika menyuruh supir taksi yang ia tumpangi agar menepi. Ia berniat menaiki ojek online agar cepat sampai tujuan. Sebab dari tadi Shereen mengirimi ia pesan singkat bertubi-tubi, menyuruhnya untuk segera ke rumah Shereen.

Kebetulan sudah tiga hari ini Malika tidak mengendarai mobilnya sendiri karena mobilnya sedang berada di bengkel.

Setelah memesan ojek online, Malika menunggu di halte pinggir jalan. Tak lama ojek yang dipesan pun tiba. Ojek yang ditumpangi Malika pun meluncur dengan cepat di tengah-tengah kemacetan lalu lintas kota Jakarta. Tidak sampai 15 menit, Malika telah sampai di kediaman Shereen.

Setelah turun dari motor, Malika berdiam diri dan terpaku. Ia bingung, detak jantungnya pun berdegup kencang. Ia tidak menyangka jikalau hari ini akan menjadi hari penentuan. Hari penentuan, apakah dirinya masih pantas disebut sebagai seorang sahabat?

Ia sungguh belum siap bila harus jujur kepada Silva. Rasa resah dan gundah gulana menyeruak seketika menguasai dirinya. Sesaat Malika hanya mampu bergeming di depan pintu gerbang yang berdiri kokoh di hadapannya.

“Gue belum siap,” lirih Malika, menggigit bibir bawahnya.

Dengan langkah gontai, ia membuka pintu gerbang itu perlahan. Akhirnya ia memutuskan masuk ke kediaman Shereen. Ia memasuki halaman rumah Shereen, seolah langkahnya terkena efect slow motion. Malika berjalan begitu lambat menuju pintu utama.

Malika tepat berada di depan pintu masuk yang terbuka sedikit. Sempat sejenak berdiam diri, sebelum akhirnya ia melangkah masuk ke dalam rumah Shereen.

Di ruang tamu rumah Shereen, sudah ada Erga dan Silva. Malika menerobos masuk lalu menarik tangan Shereen dan membawanya ke kamar pribadi Shereen.

“Ini maksudnya apa, Reen? Kenapa elo benaran nyuruh Silva ke sini?” tegur Malika tak percaya.

“Biar semuanya selesai, gue bilang ke Silva kalau ada yang mau elo omongin. Dia cuma bilang, tumben kayaknya serius banget si Malika. Dia nggak curiga sama sekali kok. Oke elo tenang aja ya, rileks. Nanti ngomongnya pelan-pelan aja, gue bakal bantuin kok. Erga juga ‘kan mau bicara sama elo dan bakal bantuin elo juga buat jujur ke Silva.”

“Tapi ini dadakan banget, Reen.”

“Ya udah, ayo keluar! Kasian mereka berdua nunggu elo setengah jam.” Shereen mendorong Malika agar keluar dari kamarnya.

Malika pun pasrah dan menuruti apa kata sahabatnya itu. Ia melangkah di belakang Shereen, mengikuti Shereen yang keluar meninggalkan kamarnya. Lalu mereka berdua bergabung dengan Silva dan Erga di ruang tamu.

“Eh Ka, katanya ada yang mau elo omongin sama gue. Mau ngomong apa sih? Kok kayak serius banget dah,” tegur Silva, ketika Malika hendak duduk di sofa.

“Eh … ehmm, ya Sil ehh …,” balas Malika terlihat gugup.

Suasana menjadi awkward, Malika menyeka peluh yang mulai membasahi dahinya. Terpampang raut wajah yang memerah menahan gugup. Dalam hati ia berkata, “Mungkin ini terakhir kalinya, Silva negur gue.”

“Ya udah, elo ngomong aja, Ka,” tukas Silva terlihat penasaran.

“Santai dulu dong Sil, kasian, ‘kan Malika juga baru sampai,” sahut Shereen mengulur waktu sedikit.

“Iya, Reen. Habis gue penasaran banget,” ujar Silva.

“Oh iya, elo haus, ‘kan, Ka?” tanya Shereen, yang sengaja mengulur-ngulur waktu agar Malika bisa lebih tenang.

“Ehh … ehmmm … ya, Reen, tolong ambilin gue minum ya!” Malika masih saja menjawab dengan gugup.

Lima Menit kemudian Shereen membawakan minuman dingin kepada Malika. Selama Shereen ke dapur suasana ruang tamu sunyi tanpa ada yang berbicara satu orang pun. Suasana mencair kembali setelah Shereen kembali dari dapur.

“Tadi elo lama banget, Ka. Emang macet banget ya, jalanan?”

Seusai menyeruput minumannya Malika menjawab, “Ya Reen …ehh … tadi agak macet emang di jalan. Maaf ya, kalian pada nunggu gue ya?”

“Nggak apa-apa, Ka kita juga lagi pada santai,” sahut Silva yang disetujui oleh Erga.

Hening …

Lima menit berlalu, masih tetap sama. Hening …
Silva pun kembali membuka pembicaraan dengan menanyakan apa yang ingin Malika bicarakan kepadanya.

“Oh iya Ka, elo mau ngomong apa si? Ya udahlah ngomong sekarang aja. Gue, ‘kan penasaran. Ini bukan rahasia, ‘kan? Apa kita perlu ngomong empat mata aja? Ayolah ngomong, jangan buat gue penasaran deh, Ka,” ucap Silva antusias dan penasaran sekali.

“Ya … kita … ehmm … ngobrol di sini aja berempat. Ya, ‘kan, Reen, Ga?”

“Eh … iya iya,” sahut Shereen, yang mulai tampak panik.

“Ya udah, sekarang gue dengarin, tapi ini bukan hal buruk atau yang aneh-aneh, ‘kan ya? Bukan rahasia yang harus dibongkar, ‘kan ya?” tutur Silva mulai merasa curiga.

“Bukan kok, Sil, kalau rahasia buat apa ada gue dan Erga,” sambung Shereen.

“Eh … iya, Sil,” tambah Malika.

“Ya ngomong aja sekarang, Ka.”

“Ehmm … gue … gue … mma-maau ju ….”

Tiba-tiba suara dering ponsel Silva mengagetkan mereka. Malika pun menggantung ucapannya seraya menghela napas lega. Ia tidak meneruskan kata-katanya.

“Ehh … silahkan diangkat dulu Sil, siapa tahu penting,” ucap Malika sambil menghela napas lega karena ia masih bisa mengulur waktu lagi.

Silva mendapat telepon dari ibunya, yang mengabarkan bahwa adiknya mengalami kecelakaan lalu lintas. Silva terlihat shock sekali. Dan buru-buru izin untuk ke rumah sakit.

“Gue pergi sekarang ya, soalnya baru aja nyokap gue kasih kabar kalau adek gue kecelakaan dan sekarang berada di rumah sakit Medika,” pamit Silva, sekaligus menjelaskan mengenai insiden yang dialami oleh adiknya.

“Ya Allah … ya udah kita semua ikut aja ke rumah sakit, Sil,” sahut Shereen yang tampak panik.

Untuk hari ini memang tidak terjadi apa-apa dengan kehidupan Malika. Mungkin kejadian ini hanya untuk mengundur waktu. Malika nampak lega akan hal tersebut. Mereka berempat akhirnya pergi ke rumah sakit.

***

Di perjalanan Erga bilang jika ia tidak bisa ikut ke rumah sakit. Katanya hari ini ada urusan lain. Entahlah urusan apa, paling ia hanya tidak mau bertemu keluarganya Silva. Memang Erga belum pernah berkunjung ke tempat Silva. Karena Silva tidak diizinkan untuk berpacaran dulu.

Sang ayah ingin anaknya fokus pada pendidikan dulu dan mengwujudkan impiannya. Sebenarnya mungkin Erga mau ikut, ia bisa beralasan kalau hanya teman kuliahnya atau apalah.

“Ma, Pa gimana keadaan Shiva? Dia kok bisa kecelakaan gini sih,” tanya Silva, ketika melihat kedua orang tuanya yang sedang menunggu di depan ruang IGD.

***

Hi, Readers!

Ini Novel pertamaku di platform Novelkita.
Semoga kalian suka dengan ceritaku. Aku tunggu komentar & klik bookmark-nya, ya.

Terima kasih & selamat membaca.
Follow IG/Tiktok: @yuki_chan29 – @yushiota29

The Betrayal

The Betrayal

Score 10
Status: Ongoing Type: Author: Released: 2023
"Ya, apa sih? Kok elo harus minta maaf segala. Apa elo buat salah di belakang gue?" "Iya, Sil. Sebenarnya gue ... gue ... ehmmm ... gue ssuka ... sama Erga," aku Malika berkata jujur, lalu ia menunduk penuh penyesalan. Bagai tersambar petir, Silva pun tidak percaya apa yang baru saja ia dengar dari sahabatnya. Malika, Shereen, dan Silva bersahabat, segala suka dan duka mereka lalui bersama. Namun, kini indahnya persahabatan sirna karena konflik percintaan di antara mereka. Seorang pria tampan bernama Erga hadir di tengah-tengah persahabatan mereka. Hingga akhirnya, masalah dan perdebatan bermula dari sini. Malika yang tiba-tiba menyukai Erga sampai pengakuannya kepada Erga dan Silva. Lalu Erga yang harus di hadapkan oleh pilihan yang sulit antara memilih Malika atau Silva? Sedang Shereen, apakah ia mampu menjadi penengah bagi hubungan mereka? Bagaimanakah kelanjutan kisah persahabatan yang dibumbui oleh pengkhianatan? Sumber Illustrasi by Canva Pro Edit Cover by Canva Follow IG/Tiktok: @yuki_chan29 - @yushiota29

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!

Options

not work with dark mode
Reset