“Ya, Alhamdulillah, adik kamu udah bisa tertolong cuma masih belum sadarkan diri. Dia kecelakaan waktu sedang pergi ke tempat temannya. Dia tertabrak mobil yang lewat saat ingin menyebrang jalan. Mama dan Papa sangat khawatir dengan keadaan adikmu. Dokter bilang nggak ada masalah serius hanya tinggal menunggu adikmu siuman aja,” terang ibunda Silva, di sela-sela isaknya.
Sedang ayahnya juga tampak khawatir, ia hanya merangkul dan menguatkan istrinya. Meski begitu tampak jelas jejak-jejak air mata di pelupuk matanya.
“Kami juga turut prihatin ya Tante, Om. Semoga Shiva bisa segera siuman dan kondisinya segera membaik,” ucap Shereen.
Malika pun mengucapkan kata yang hampir sama seperti Shereen. Kali ini pikirannya jadi semakin kacau. Apakah ia harus berkata jujur kepada Silva atau membiarkan memendam rasa ini seorang diri?
“Ya terima kasih, kalian udah mau repot-repot datang ke sini dan mengantarkan Silva,” tukas ibunya.
“Nggak apa-apa Tante, kami juga takut Silva kenapa-kenapa karena tadi shock banget,” tutur Shereen.
***
Di lain tempat, Erga yang beralasan sedang ada urusan lain malah berdiam diri di sebuah taman yang tidak jauh dari lokasi tempat tinggalnya. Ia termenung memikirkan bagaimana jadinya jika saat itu Malika sudah berkata yang sejujurnya kepada Silva?
“Gue harus mengulur waktu, agar Silva nggak mengetahuinya saat ini. Apalagi sekarang kondisi adeknya sedang dirawat di rumah sakit karena kecelakaan. Bila ditambah masalah ini, kasian dia,” batin Erga dalam hati.
***
Kembali ke rumah sakit, setelah menunggu 15 menit dokter sudah memperbolehkan kami menjenguk Shiva. Shiva mengalami kecelakaan siang ini sekitar pukul 11:00 WIB dan Silva baru diberi kabar setelah lewat pukul 16:00 WIB. Mungkin papa dan mamanya tidak mau mengganggu Silva yang saat itu sedang kuliah.
Saat itu, Silva memang langsung pergi ke kediaman Shereen bersama Erga, seusai mata kuliahnya selesai. Ia dan Erga sampai pukul 15:30 setengah jam sebelum Malika tiba. Saat ini, adik dari Silva sudah mendapatkan kamar rawat inap bukan di IGD lagi, maka mereka semua bisa menjenguknya.
Satu jam kemudian, Malika dan Sheren izin pamit untuk pulang. Sedang Silva masih tetap menunggu adiknya yang sedang terbaring. Namun, memang belum sadarkan diri. Sebelum kedua temannya pergi meninggalkan rumah sakit, Silva sempat berkata pelan nyaris berbisik, “Ka, soal yang tadi nanti aja kita omongin lagi ya! Sepertinya ini permasalahan serius.”
“Eh … ii-iyaa, Sil,” sahut Malika tampak terkejut, ia pun sempat membulatkan matanya sejenak.
Dalam hati ia berkata, “Ya, ampun kenapa saat seperti ini Silva malah ingat kejadian tadi sih?”
Shereen memesan mobil online via aplikasi diponsel pintarnya. Tak lama mobil yang dipesannya tiba di pintu gerbang masuk rumah sakit. Di dalam mobil Malika tampak terlihat sedang melamun menghadap ke jendela menerawang jauh di luar sana.
Shereen pun menegurnya. “Elo kenapa, Ka? Ya udah masalah ini jangan terlalu dipikirin dulu. Lagipula Silva keadaannya seperti ini. Kita nggak boleh nambah beban atau masalah ke dia.”
“Gue cuma takut Silva ingat kayak tadi gitu, gimana dong?”
“Elo bilang aja, nanti dulu ya, Sil. Gue nunggu waktu yang tepat biar kita ngobrolnya enak dan santai.”
“Kira-kira Silva udah curiga belum, ya?”
“Bukan curiga sih, hanya aja dia jadi penasaran dan bertanya-tanya dalam hatinya. Emang Malika mau ngomong apaan sih? Kelihatannya kok serius amat. Gitu aja si kalau menurut pendapat gue. Ya udah, elo nggak usah terlalu memikirkan permasalahan ini. Belum apa-apa udah seperti ini, bagaimana nanti endingnya kalau Silva tahu semuanya, ayo?”
***
Setibanya di rumah Shereen, hari mulai gelap, adzan maghrib pun telah berkumandang ketika mereka masih dalam perjalanan, di tengah-tengah kemacetan lalu lintas ibukota.
Malika dan Shereen merencanakan sesuatu. Bagaimana rencana ke depannya agar bisa mengatakan yang sejujurnya kepada Silva tanpa membuat Silva shock ataupun marah besar. Ya, sudah pasti Silva akan shock, kaget dan marah sekali jikalau kekasihnya dicintai orang lain apalagi ini sahabat dekatnya sendiri.
Apa ini bukan kurang ajar atau istilahnya menusuk dari belakang? Masih pantaskah Malika dianggap sahabat oleh Silva?
***
Berapa minggu kemudian ….
“Ka, shopping yuk! Ada yang mau gue beli nih,” ajak Silva merajuk.
“Gue lagi nggak ada uang nih, uang simpanan gue udah kepakai. Waktu beberapa bulan lalu, ‘kan gue sempat sakit. Jadi kepakai buat ke dokter dan check up lah. Kapan-kapan aja ya, Sil?” sahut Malika menolak secara halus.
Memang beberapa bulan yang lalu sebelum Silva dan Erga saling mengenal, Malika sempat sakit selama 2 minggu. Perlu diketahui, Malika sakit bukan karena masalah yang ia hadapi sekarang mengenai Erga maupun Silva.
“Ya masa udah habis semua tabungan elo, Ka?”
Silva masih usaha membujuk Malika agar mau diajaknya belanja di mall.
“Ya ‘kan, gue juga banyak keperluan lainnya lah.”
“Ya udah, temanin gue aja yuk! Nanti gue traktir makan deh. Tapi kalau traktir barang belum bisa, nanti-nanti aja, ya.” Sekali lagi Silva membujuk Malika seraya nyengir kuda memperlihatkan urutan giginya.
Malika pun hanya bisa pasrah, kemudian mengangguk lemah.
***
Malika dan Silva berangkat menuju sebuah mall di Jakarta. Sesampainya di sana Silva terlihat happy. Mungkin karena ia sudah lama tidak berbelanja.
Dua jam berlalu ….
“Ka, makan yuk, lapar gue.”
“Ayo, sama gue juga lapar. Tapi beneran traktir, ya?”
Mereka menuju restaurant fastfood. Silva memesan 1 porsi spaghetti dan 1 porsi chicken wings dengan segelas lemon tea, sementara Malika hanya memesan 1 porsi cheeese burger dan 1 porsi medium french fries dengan segelas lemon tea juga. Mereka pun menyantap makanan tersebut dengan lahap.
Seusai mereka menyantap makanannya, Silva berniat hendak berkeliling kembali di dalam mall itu. Ia bilang masih ada yang belum dibeli. Memang Silva itu terkadang suka lupa waktu jikalau berbelanja di mall seperti ini.
Agak beda dengan Malika yang seperti agak kurang tertarik untuk shopping berlama-lama di mall.
“Ahh, gue kira udah mau langsung pulang, eh malah mau keliling lagi. Capek tahu,” cetus Malika heran.
“Iya, bentaran doang deh. Nanti kita langsung pulang,” tukas Silva agak memohon.
Mereka pun berkeliling mall kembali. Tidak terasa 1 jam setengah telah terlewati. Ketika itu juga, tiba-tiba ponsel Malika berdering. Ia mengambil ponsel dari dalam tas kecilnya.
“Shereen?” gumamnya dalam hati, kemudian ia menggeser tombol hijau berlambang telepon.
“Hallo, elo di mana, Ka? Di rumah gue ada Erga, dia tiba-tiba datang ke sini terus dia bilang mau menyelesaikan masalah yang kemarin tertunda itu. Elo bisa ke sini sekarang?” tutur Shereen di seberang ponsel, tanpa berbasa-basi lagi.
Malika agak menjauh dari Silva saat Shereen menyebutkan nama Erga.
“Gue lagi di mall nih, nemanin Silva shopping. Lah kok dadakan? Gue juga belum siap. Apalagi sekarang Silva lagi happy banget. Lagipula baru beberapa minggu ‘kan adeknya kecelakaan. Ya, walaupun sekarang udah mendingan sih, tapi ga enak ahh, ngerusak suasana hati orang lagi. Dia lagi shopping tuh happy banget, Reen.” Malika mencoba memberikan penjelasan kepada Shereen.
“Ya, terus gimana? Erga juga udah ke sini dan mohon-mohon supaya elo dan Silva ke sini sekarang juga. Please, Ka!” Kali ini Shereen sampai memohon-mohon segala kepada Malika.
Mendengar Shereen memohon seperti itu, Malika agak tidak tega. Ia terdiam beberapa detik.
“Hallo? Hallo, Ka.”
***
Hi, Readers!
Gimana ceritanya?
Semoga kalian suka, ya. Jangan lupa tinggalkan jejak komentar & klik bookmark-nya!
Terima kasih & selamat membaca.
Ikuti jejakku di IG/Tiktok: @yuki_chan29 – @yushiota29