Cliff masih mencoba mengatur napas yang terengah karena baru saja memuntahkan semua isi perutnya, tapi bau daging yang terbakar itu masih sangat mengganggu indera penciumannya.
“Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk segera pergi dari sini?” Cliff mendongak menatap seseorang yang menjulang tinggi berdiri di hadapannya. Dia sosok ayahnya yang dari tatapannya terlihat kesal pada Cliff yang memang melawan perkataannya tadi.
“Kenapa kau tidak menurutiku?” tambahnya lagi, Cliff menelan saliva menyadari perbuatannya telah membuat sang ayah kesal padanya. Untuk kesekian kalinya Cliff merasa takut melihat kedua iris mata ayahnya yang bersinar lebih merah dari biasanya.
“M-Maaf, Ayah. Aku hanya penasaran ingin melihat eksekusi vampir level C tadi. Tapi aku tidak menyangka mereka akan dieksekusi dengan cara seperti itu,” sahutnya sambil menundukan wajah tampak sedih ketika mengingat kejadian mengerikan yang baru saja dilihatnya.
“Sudah kukatakan mereka itu berbahaya, satu-satunya hukuman yang pantas untuk mereka hanyalah hukuman mati.” Rowan berucap tegas membuat Cliff sekali lagi menatap takut pada sosok ayahnya itu.
“Lalu mereka … vampir-vampir yang sejak tadi menarik rantai yang mengikat vampir level C, siapa sebenarnya mereka?”
“Mereka vampire hunter, tugas mereka memang menangkap dan mengeksekusi vampir level C. Cukup dengan pertanyaannya, bangun dan lekas ikuti aku. Kita lanjutkan perjalanannya.” Dengan segera dan tanpa kata, Cliff bangkit berdiri. Dia masih menundukan wajah tidak berani menatap ke arah ayahnya yang masih terlihat kesal padanya. Kemudian dia mulai melangkahkan kaki mengikuti sang ayah yang sudah berjalan di depannya.
Sepanjang perjalanan, banyak vampir yang mereka temui. Seperti semalam, vampir-vampir yang mereka temui ini pun bersikap membungkukan badan ketika Cliff dan ayahnya berjalan di depan mereka. Meski Cliff sudah mendengar penjelasan ayahnya bahwa sikap mereka adalah bentuk sopan santun, tetap saja bagi Cliff sikap mereka terlalu aneh dan berlebihan. Dalam perjalanan itu, satu hal yang disadari oleh Cliff. Mereka menundukan wajah dan membungkukan badan ketika ayahnya melintas di depan mereka, mereka bahkan tidak berani menatap wajah ayahnya, tapi ketika Cliff yang melintas di depan mereka tertangkap oleh Cliff tatapan mereka yang seolah tidak menyukainya. Dia tidak mengerti kenapa dengan mereka, hanya saja dia menyadari tatapan mereka sama persis dengan tatapan Nick ketika menatapnya. Sebuah tatapan yang menyiratkan ketidaksukaan. Namun, kenapa mereka memperlihatkan tatapan seperti itu? Cliff merasa heran karena menurutnya dia tidak melakukan kesalahan apa pun pada mereka.
“A-Ayah,” panggilnya yang seketika membuat Rowan menghentikan langkah dan menatap ke arahnya.
“Ada apa?” sahutnya.
Sebenarnya banyak hal yang ingin ditanyakan oleh Cliff pada sang ayah. Dia ingin mengetahui kedudukan ayahnya di daerah ini sehingga membuat semua vampir di daerah ini seolah takut padanya. Mereka bahkan memberikan sikap hormat hingga sedemikian rupa. Dia juga ingin bertanya kenapa vampir-vampir itu menatapnya tak suka, apa kesalahannya sehingga mereka menatapnya seperti itu. Lebih dari apa pun sejak masih di dalam kastil tadi, Cliff ingin menanyakan tentang perasaan ayahnya itu pada ibunya. Di dalam kastil dia bertemu dengan Rose Dawson yang tidak lain merupakan istri dari ayahnya. Sebenarnya saat itu sebuah pertanyaan langsung menelisik relung hati Cliff. Dia ingin bertanya kenapa ayahnya bisa menghamili ibunya padahal dia memiliki istri yang cantik seperti Rose. Lebih tepatnya dia ingin mengetahui perasaan ayahnya pada ibunya mengingat ayahnya itu tak pernah sekali pun menemui mereka ketika dia masih tinggal di pondok bersama ibunya.
Namun, semua pertanyaan itu bagai tertelan kelunya lidah Cliff. Entah mengapa dia kehilangan semua keberaniannya hanya untuk menanyakan semua pertanyaan di benaknya tersebut.
“Ada apa?” tanya Rowan lagi dengan dahi yang mengernyit karena Cliff masih betah dengan kebisuannya. Akhirnya Cliff hanya menggelengkan kepala dan kembali melangkahkan kaki sehingga kini dia berdiri tepat di samping ayahnya.
Rowan memalingkan wajah dan kembali melanjutkan langkah, diikuti Cliff yang kini berjalan berdampingan dengannya.
“Bagaimana menurutmu, apa tempat ini indah?” tanya Rowan yang membuat Cliff terlonjak, pasalnya dia masih sibuk dengan pemikirannya sendiri dan tentu dia terkejut ketika tiba-tiba ayahnya melontarkan sebuah pertanyaan padanya. Padahal sejak tadi ayahnya itu hanya berjalan dalam kebisuan.
“Tempat ini indah. Banyak rumah-rumah besar, berbeda sekali dengan desa tempat tinggalku dulu,” jawabnya sambil tersenyum. Masih terngiang jelas di ingatannya keadaan desa tempat kelahirannya dulu. Desa itu tidak semaju tempat dia berpijak saat ini.
“Tuan …” Sebuah suara mengalihkan atensi ayah dan anak ini. Mereka menatap ke arah seorang pria yang tengah membungkuk pada Rowan. Pria itu tentu saja adalah vampir. Dia terlihat masih muda, meski dilihat sekilas pun penampilannya memperlihatkan usianya lebih tua dari Rowan. Mungkin sekitar 30-an usianya.
“Apa yang membuat anda datang kemari, Tuan? Apa terjadi masalah?” tanya pria itu.
“Aku hanya sedang jalan-jalan, menunjukan daerah kekuasaan Klan Dawson padanya,” sahut Rowan yang seketika membuat pria itu menatap ke arah Cliff.
Cukup lama pria itu menatap Cliff, hingga akhirnya dia terlonjak kaget seolah menyadari sesuatu.
“Mungkinkah dia putra anda? Saya mencium bau darah yang sama dengan anda di tubuhnya. Tapi …”
“Benar dia putraku.” Rowan menyadari apa yang akan dikatakan oleh pria itu sehingga dengan cepat dia memotongnya. Dia hanya tidak ingin Cliff mendengar lagi dari mulut orang lain bahwa dia berbeda dengan para vampir yang tinggal di daerah ini karena Cliff seorang darah campuran.
“Oh, senang bertemu dengan anda, Tuan Muda,” ujarnya sambil membungkuk pada Cliff. Cliff hanya menatapnya diam, tak tahu harus merespon seperti apa. Baginya inilah pertama kalinya ada sesorang yang memperlakukannya dengan penuh hormat seperti ini.
“Dia ini pemimpin vampire hunter sekaligus orang kepercayaanku. Namanya Bastian Dawson,” terang Rowan. Cliff menatap takjub pada pria yang baru diketahuinya bernama Bastian. Menurutnya dia pastilah sangat kuat sehingga mendapatkan jabatan sebagai pemimpin vampire hunter terlebih ayahnya sendiri mengatakan bahwa dia merupakan orang kepercayaannya.
“Tuan, sebenarnya hari ini saya hendak menemui anda. Beruntung sekali saya bisa bertemu anda di sini.”
“Ada apa kau ingin menemuiku?” Cliff hanya diam mendengarkan pembicaraan antara dua vampir dewasa yang berbicara tepat di depannya. Rasa penasaran dengan topik pembicaraan mereka, membuat Cliff tak ayal memasang telinganya setajam mungkin untuk mendengarkan pembicaraan mereka.
“Ada sedikit masalah di perbatasan. Kami sering menemukan vampir level C yang berasal dari Klan Kirrin memasuki perbatasan. Bukankah ini sebuah pelanggaran? Bagaimana menurut anda, Tuan?” Rowan hanya terdiam, tampak berpikir sebelum dia memberikan jawabannya.
“Vampir level C yang kulihat tadi, mungkinkah mereka yang kalian tangkap dari perbatasan juga?”
“Bukan, Tuan. Vampir level C yang anda lihat tadi berasal dari klan kita. Sedangkan vampir level C dari Klan Kirrin sudah kami tangkap tapi belum kami eksekusi. Kami tidak berani melakukan tindakan sebelum mendapatkan izin dari anda. Lagi pula Tuan, mereka bukan berasal dari klan kita. Apa yang harus kita lakukan pada mereka?”
“Aku ingin melihat mereka,” ucap Rowan dengan wajah datar.
“Tentu Tuan, silakan ikut dengan saya. Kami sudah mengurung mereka.” Bastian melangkah di depan diikuti Rowan di belakangnya. Sedangkan Cliff berjalan paling belakang dengan berbagai pertanyaan yang memenuhi kepalanya. Klan Kirrin yang didengarnya itu merupakan pertanyaan terbesar yang melekat di kepalanya.
Langkah demi langkah mereka arungi hingga mereka tiba di sebuah gedung. Mereka masuk ke dalam gedung, terlihatlah beberapa vampir memberikan penghormatan pada Rowan dan lagi-lagi Cliff menangkap tatapan tak suka padanya dari vampir-vampir di dalam gedung itu. Vampir-vampir yang sepertinya merupakan para vampire hunter. Cliff menangkap beberapa dari mereka menutup hidung ketika Cliff melintas di depan mereka, membuat sebuah pemikiran merasuk ke dalam benaknya. Apakah aroma tubuhnya sangat bau sehingga mereka bahkan tak sudi untuk menciumnya? Cliff mengendusi aroma tubuhnya sendiri, dia merasa semuanya baik-baik saja. Tidak tercium aroma apa pun dari tubuhnya. Sebenarnya sejak dulu dia selalu merasa heran karena tubuhnya itu tidak memiliki aroma apa pun, berbeda dengan ibu atau neneknya yang memiliki aroma pada tubuh mereka di luar bau darah mereka yang menggiurkan menurut Cliff tentunya. Dia bahkan tidak pernah berkeringat karena itulah meski tidak mandi berhari-hari pun tubuhnya tidak akan bau karena dia memang tidak pernah meneteskan keringat meski melakukan banyak aktivitas berat sekalipun. Lalu mengapa mereka menutup hidung ketika dirinya melintas? Kira-kira itulah misteri yang menghantui Cliff saat ini.
Semakin dalam mereka memasuki gedung rupanya membawa mereka memasuki sebuah ruangan yang dipenuhi dengan banyak ruangan bersel besi. Bau tidak sedap seketika menusuk indera penciuman mereka yang lagi-lagi membuat Cliff merasa mual. Beruntung kali ini dia bisa menahannya sehingga tidak memuntahkan isi perutnya seperti tadi.
Cliff terbelalak ketika melihat sosok-sosok menyeramkan yang menghuni sel-sel itu. Sosok mereka menyeramkan sama persis dengan vampir level C yang dilihatnya tadi. Bahkan ada beberapa yang memiliki tubuh dua kali lipat lebih besar dibandingkan vampir level C yang dilihatnya tadi. Mereka meneteskan air liur berwarna hijau lumut yang menjadi penyebab bau tak sedap itu merebak memenuhi ruangan penjara. Wajah mereka bagaikan monster, tak mencerminkan sedikit pun wajah vampir yang seharusnya menawan menurut kebanyakan orang.
Ada salah satu dari mereka yang memiliki sayap di bagian punggung dan tanduk cukup besar di kepalanya. Sungguh bagi Cliff inilah pertama kalinya dia melihat makhluk-makhluk menyeramkan dan menjijikan seperti mereka. Tubuh mereka semua dalam keadaan terikat rantai besi yang besar, mustahil mereka bisa meloloskan diri dengan ikatan sekuat rantai-rantai itu.
“Mereka banyak juga.” Rowan memulai perbincangan dengan kedua mata yang bergulir menatap semua ruangan di tempat itu.
“Begitulah, Tuan. Hampir setiap hari kami menemukan mereka di perbatasan. Mereka sangat liar dan buas membuat kami cukup kesulitan menangkap mereka. Kita bahkan telah kehilangan beberapa anggota saat berusaha menangkap mereka. Mungkinkah vampir-vampir level C ini sengaja dikirim Klan Kirrin ke perbatasan untuk memburu vampire hunter Klan Dawson, Tuan?” Rowan masih terdiam, tampak mencerna maksud perkataan Bastian.
“Jika benar demikian, maka ini pertanda Klan Kirrin sedang menyusun rencana untuk menyerang kita di saat jumlah vampire hunter kita semakin berkurang akibat serangan dari vampir-vampir level C ini. Mungkin mereka berniat melanggar perjanjian dan kesepakatan dengan kita. Tidak menutup kemungkinan mereka merencanakan perang besar untuk menyerang kita.”
“Pemikiranmu terlalu berlebihan, meski tak kupungkiri kemungkinan itu bisa saja terjadi. Tidak ada pilihan selain membicarakan ini secara baik-baik dengan mereka,” timpal Rowan yang membuat Bastian terlonjak kaget.
“Jadi anda bermaksud untuk …”
“Ya. Kirimkan surat pada pemimpin Klan Kirrin. Sampaikan padanya aku ingin merundingkan sesuatu dengannya.” Sudut bibir sebelah kanan Rowan terangkat, wajahnya dipenuhi seringaian saat ini. Sebuah seringaian yang baru dilihat Cliff semenjak pertemuannya dengan sang ayah. Sebenarnya Cliff sadar masih banyak yang tidak dia ketahui tentang ayahnya dan juga Klan Dawson. Tak ada yang bisa dia lakukan saat ini selain tetap mendengarkan pembicaraan dua vampir dewasa di depannya. Meski tak dipungkiri dia masih tidak mengerti topik pembicaraan mereka.
“Maksud anda, anda sendiri yang akan pergi ke perbatasan untuk menemuinya?”
“Ya. Aku ingin kau mengirimkan surat itu sekarang juga. Setelah mengantarkan putraku ke kastil, kita akan segera berangkat. Kutunggu kau di kastil, Bastian.”
“Baik, Tuan. Kata-kata anda adalah perintah bagi kami.” Rowan kembali melangkah meninggalkan ruangan penjara itu, mengabaikan Bastian yang masih membungkuk padanya. Tanpa kata Cliff mengikuti langkah ayahnya meski tatapannya tetap tertuju pada monster-monster mengerikan di dalam jeruji besi.
Sesampainya di kastil …
Cliff, Rose dan Nick berdiri di depan kastil. Mereka hendak mengantar kepergian Rowan menuju perbatasan. Bastian sudah berdiri tidak jauh dari mereka, semua yang diperintahkan Rowan padanya tadi sudah dikerjakannya. Kini dia akan pergi menemani Rowan ke perbatasan.
“Aku harus pergi, akan aku usahakan untuk cepat kembali. Kau jagalah dirimu baik-baik dan makanlah dengan teratur. Kita akan melanjutkan jalan-jalan kita jika aku sudah kembali nanti,” ucap Rowan diiringi seulas senyum di wajahnya. Cliff menanggapinya hanya dengan anggukan. Jika boleh jujur sebenarnya Cliff merasa enggan untuk berpisah dengan ayahnya. Jika diizinkan dia ingin sekali ikut serta dengan ayahnya itu. Namun, sayang dia tidak cukup memiliki keberanian untuk mengatakan keinginannya tersebut.
Tiba-tiba Cliff tersentak ketika dirasakannya tangan seseorang merangkulnya. Tangan itu memeluknya dari belakang. Seketika Cliff menoleh ke belakang, mencari tahu pemilik sepasang tangan itu. Rupanya dia adalah Rose yang tengah tersenyum manis padanya.
“Kau tidak perlu khawatir, Rowan. Aku dan Nick akan menjaga Cliff sebaik mungkin. Benar, kan, Nick?”
“Iya, Ayah. Anda tenang saja dan tidak perlu mengkhawatirkan adikku. Aku tidak akan membiarkannya kesepian di kastil ini.” Anak dan ibu itu tersenyum manis seolah mereka tulus menyayangi Cliff. Sangat bertolak belakang dengan isi hati mereka yang justru sedang bersorak senang karena pembalasan mereka pada Cliff akan segera dimulai.
Sebelum pergi Rowan mengelus puncak kepala Cliff penuh sayang, hingga akhirnya dia melangkah bersama Bastian meninggalkan area kastil. Cliff melepaskan pelukan Rose padanya dan melangkahkan kaki beberapa langkah menjauhi ibu tiri dan kakaknya. Dia melambaikan tangan kanan seolah mengiringi kepergian ayahnya.
“Bersiaplah anak haram, penderitaanmu dimulai hari ini,” gumam Nick sangat pelan, tapi Rose yang berdiri di sampingnya masih mampu mendengarnya. Rose hanya tersenyum menyeringai.