Setelah acara makan malam Rara mengurung diri di kamar sampai pagi ini, padahal kedua orang tua beserta kakaknya sudah menunggu untuk sarapan pagi. Daza, naik ke lantai dua menuju kamar adiknya, ia mengetuk pintu pelan tapi tidak ada sahutan dari dalam, hal itu membuat perasaan Daza tiba-tiba merasa tak karuan. “Ra, buka pintunya!” Seru Daza dengan suara lantang.
Karena tidak ada sahutan akhirnya Daza masuk ke dalam kamar adiknya dengan kunci cadangan, pemandangan pertama yang ia lihat adalah Rara yang sedang tengkurap di atas ranjang dan terdengar suara Isak tangis. Daza paham jika adiknya belum siap menjalin hubungan dengan laki-laki setelah dia dikhianati tapi Daza juga tidak bisa membantah keputusan papanya.
“Dek, kamu gak apa-apa?” Tanya Daza dengan pelan. Berhasil, Rara merespon pertanyaannya, gadis itu segera bangkit dan menghapus air matanya dengan kasar. “Iya kak, aku baik-baik saja hanya belum bisa menerima keputusan papa dan aku butuh waktu,” jawab Rara dengan memaksakan senyum.
Daza memeluk adiknya dengan erat dan penuh kasih sayang, ia sebenarnya kasihan jika melihat Rara di jodohkan apalagi menikah dengan laki-laki yang belum dia cintai tapi mau bagaimana lagi, nyatanya saat Rara memilih laki-laki menjadi pacarnya justru laki-laki itu berselingkuh dan membuat Rara terluka hatinya, akhirnya Daza memilih menuruti keputusan papanya untuk menerima perjodohan Rara dengan Elzar.
“Ra, Elzar itu laki-laki yang baik kok, dan dia juga pasti bisa menjadi kepala keluarga yang baik buat kamu, percaya sama kakak,” ucap Daza dengan lembut sambil mencium kening adiknya.
Rara hanya diam, ia mendengar semua ucapan kakaknya tapi lidahnya kelu hanya sekedar menjawab. Rara memilih membenamkan wajahnya pada dada bidang kakaknya. Pagi ini adalah pagi yang muram untuk Rara karena di saat harusnya ia tersenyum dan ceria justru harus diawali dengan tangisan. Burung-burung berkicau di dahan pohon yang hijau, sinar matahari mengetuk jendela bersiap untuk menerobos masuk justru diabaikan begitu saja oleh Rara. “Apa yang harus aku lakukan jika menerima perjodohan ini, kalau aku menerima itu artinya cepat atau lambat aku akan menikah dengan Elzar.” Gumam Rara dalam hati.
“Ekhm! Ra, ayo kita turun, papa dan bunda sudah menunggu di bawah untuk sarapan bersama!” Ajak Daza pada Rara yang langsung di angguki oleh Rara.
“Tunggu! Aku kekamar mandi dulu untuk cuci muka kak.” Setelah mengatakan itu Rara segera menuju kamar mandi.
Hanya butuh waktu lima menit Rara mencuci muka dan gosok gigi, setelah keluar dari kamar mandi wajah Rara tampak lebih segar. Rara dan Daza akhirnya turun ke lantai dasar untuk sarapan bersama kedua orang tuanya. Savier bisa melihat jika putrinya tengah menghindari kontak mata dengan dirinya karena ia tahu pasti putrinya tengah kecewa karena dirinya mengatur perjodohan tanpa persetujuannya. ” Ra, kamu marah sama papa?” Tanya Savier dengan lembut, serta tatapan yang teduh. Rara hanya membalas dengan gelengan.
***
Sedangkan di lain tempat Edgar tengah melakukan olahraga pagi dengan keadaan hati yang lumayan kacau, semalam ia benar-benar tidak bisa tidur karena memikirkan cara untuk menggagalkan perjodohan kakaknya.
Tepukan pada pundak Edgar membuat laki-laki itu sedikit terjingkat dan segera menoleh untuk melihat siapa pelakunya. Setelah tau siapa pelakunya ia mendengus dengan kasar. “Ada apa?” Tanya Edgar dengan cuek. Elzar yang mendapat pertanyaan seperti itu mengernyitkan keningnya karena merasa pertanyaan adiknya terkesan dingin dan tidak biasa.
“Gue cuman mau bilang kalau Lo gak perlu bantuin gue buat gagalin perjodohan itu, karena gadis yang dijodohkan sama gue semalam adalah gadis yang pernah gue ceritakan waktu itu. Dia adalah gadis yang gue temui di toko buku, yang bikin gue jatuh cinta pada pandangan pertama Gar,” ucap Elzar dengan senyum yang terus mengembang.
Deg
Apa saat ini Edgar tidak salah dengar, kakaknya juga mencintai Rara, itu artinya ia dan kakaknya mencintai satu gadis yang sama. Edgar terdiam, ia menelan salivanya susah payah, jika semalam ia sempat emosi justru saat ini Edgar dibuat kebingungan. Bagaimana cara menjelaskan pada kakaknya jika ia juga mencintai Rara.
“Jadi selama ini gue sama kakak gue mencintai orang yang sama,” batin Edgar.
Kini pikiran Edgar berkelana ia tidak bisa membayangkan jika harus bersaing dengan saudara sendiri apalagi dirinya memiliki sifat keras dan egois, ia takut jika menyakiti kakaknya suatu saat nanti.
“Woi Gar! Kenapa ngelamun?” Ucapan Elzar mampu menarik kesadaran Edgar kembali dan menatap kakaknya dengan tatapan yang sulit diartikan, Elzar tidak bodoh jika ada sesuatu yang tengah di sembunyikan Edgar saat ini tapi ia memilih abai dan pura-pura tidak tahu biarkan Edgar cerita sendiri nanti.
Setelah itu Elzar pergi begitu saja, ia harus segera pergi ke kantor karena hari ini banyak jadwal meeting yang harus ia hadiri apalagi hari ini ia kedatangan klien dari luar negeri.
***
Gedung mewah menjulang dengan bertulisan JV company itu membuat siapa saja yang memandangnya kagum, apalagi banyak orang berlomba-lomba untuk bisa bekerja di sana karena gaji yang di atas rata-rata UMR. Saat di ruangan CEO Daza tengah mengerjakan beberapa berkas penting dan sesekali menatap ke arah adiknya yang sejak tadi melampiaskan kekesalannya dengan cara bermain game di ponsel.
Ya, hari ini Rara memilih membolos kuliah dan ikut kakaknya ke kantor dengan dalih ingin menenangkan pikirannya yang sedang kacau dan Daza mengizinkan hal itu. Daza melihat jadwal hari ini, dan dia sedikit terpaku saat melihat jadwal hari ini ada meeting bersama Elzar dari Fahrari company, itu artinya ia akan bertemu dengan calon adik ipar. Sebuah ide muncul begitu saja membuat Daza tersenyum misterius ke arah adiknya.
“Ra, hari ini temani kakak meeting di restoran depan kantor ya!” Rara yang tadinya fokus dengan gamenya kini mendongak menatap kakaknya, Rara tahu jika itu sebuah pernyataan yang tidak bisa ia tolak dan ia harus mau.
“Hm.” Hanya itu jawab Rara lalu kembali fokus pada gamenya.
“Aarrggg! Sialan gue kalah!” Pekik Rara dengan tiba-tiba membuat Daza yang kembali fokus pada berkasnya terkejut bukan main.
“Ra, kamu itu perempuan, jangan teriak-teriak begitu!” Ucap Daza memperingati tapi Rara hanya memutar bola matanya dan berhasil membuat Daza geram. “Rara!” Tatapan Daza kini bagaikan pedang yang menghunus. “Hehe, iya kak maaf!” Sahut Rara sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Rara paham jika kakaknya tidak suka jika ia sebagai perempuan bertindak tidak sopan ataupun berkata kasar.
Tanpa mereka sadari sejak tadi ada seseorang yang memperhatikan Rara dari balik pintu dengan senyum yang mengembang saat melihat tingkah Rara yang menurutnya menggemaskan.
“Lucu sekali gadisku saat raut wajahnya seperti itu,” gumamnya pelan seraya tersenyum tipis.