Setelah selesai menyelesaikan semua proses pembayaran Lana kembali ke kamar perawatan sang ibu. Bahkan Lana sudah mendapatkan obat yang sudah diresepkan oleh dokter Fandi. Yang pasti urusan rumah sakit sudah beres dan sekarang tinggal membawa sang ibu pulang ke rumah. Sepanjang jalan menuju ke ruang perawatan sang ibu Lana memikirkan banyak hal terutama bagaimana besok ia akan bilang kepada ibu untuk pergi ke Lombok bersama dengan sang bos. Padahal saat ini kondisi sang ibu belum sepenuhnya pulih dan tak mungkin untuk ditinggalkan. Dan Lana juga tak bisa menolak perintah dari sang bos jika tak ingin kehidupannya baik-baik saja. Karena ancaman dari sang bos terasa nyata bagi Lana. Kalau saja sang bos tak membawa soal ibunya maka Lana tak peduli akan hal itu. Tapi pada kenyataannya sang bos membawa-bawa soal sang ibu yang itu membuat Lana merasa tak nyaman dan tak mau sampai membuat sang ibu nantinya terkena imbasnya.
Ketika Lana hampir sampai di kamar perawatan sang ibu ia sudah merubah ekspresi menjadi senang karena ia tak mau sampai ibu melihat ekspresi sedihnya.
“Ibu semuanya sudah beres jadi kita bisa langsung pulang. Kalau udah mau pulang biar aku minta tolong dibawakan kursi roda sampai depan,” kata Lana ketika masuk ke ruang perawatan sang ibu.
“Tidak usah pakai kursi roda segala ibu bisa jalan sendiri,” tolak Linda
“Tapi kan dokter belum memperbolehkan ibu untuk banyak beraktivitas jadi lebih baik sekarang ibu duduk manis aja biar Lana yang urus sisanya,” kata Lana yang tak diakui mendengar penolakan dari sang ibu.
Linda pun akhirnya hanya bisa pasrah dan mengikuti apa yang dikatakan oleh sang putri. Setelah itu Lana pun segera membereskan semua barang bawaan sang ibu dan setelah selesai ia memanggil suster untuk mengantarkan sang ibu sampai lobby hotel. Nanti rencananya Lana akan memesan taksi untuk mengantarkan mereka menuju rumah. Tak mungkin jika mereka harus pulang memakai bus ataupun angkutan umum karena barang bawaannya yang banyak dan juga mengingat kondisi sang ibu yang belum sepenuhnya pulih membuat Lana tak mau sampai ambil resiko.
Ketika Lana dan sang ibu sedang menunggu taksi yang dari tadi belum lewat tiba-tiba dihadapan mereka muncul sebuah mobil yang Lana kenal. Dan tak berapa lama kaca mobil itu terbuka dan sosok laki-laki yang Lana dan juga sang ibu kenal langsung menyapa mereka berdua.
“Ayo ibu saya antarkan ke rumah kebetulan saya sudah selesai praktek jadi bisa mengantarkan ibu dan juga Lana,” kata dokter Fandi yang tiba-tiba berada dihadapan mereka.
“Tidak usah dokter saya dan ibu naik taksi saya. Sekali lagi terima kasih buat tawarannya,” tolak Lana dengan halus.
“Tidak usah sungkan lagipula jika menunggu taksi pasti akan lama sedangkan kondisi ibu kamu tidak boleh terlalu lama kelelahan jadi lebih baik saya antar. Dan saya merasa tidak direpotkan jika kamu merasa seperti itu,” kata dokter Fandi yang masih mencoba membujuk Lana.
“Udah gak apa-apa Lana kita ikut dokter Fandi saja. Lagipula dari tadi kita menunggu taksi tidak ada yang lewat. Ibu juga sudah merasa lelah,” jawab Linda yang mulai merasa lelah.
Lana melihat kearah sang ibu yang memang terlihat lelah karena mereka hampir 15 menit berada di lobby rumah sakit untuk mencari taksi. Tapi pada kenyataannya tak ada taksi yang lewat. Jadi mau tak mau Lana akhirnya menerima tawaran dokter Fandi.
“Sebelumnya maaf jika merepotkan dokter. Tapi terima kasih untuk tawaran kalau begitu saya dan ibu ikut sama dokter,” kata Lana sopan.
Senyum langsung terbit dari dokter Fandi ketika mendengar persetujuan dari Lana. Memang ini adalah hal yang sangat Fandi inginkan. Ia ingin bisa dekat dengan Lana karena jujur saja ia memiliki ketertarikan dengan putri dari pasiennya ini. Setelah itu Lana dan sang ibu pun ikut bersama dengan dokter Fandi.
“Dokter terima kasih sudah mau mengantarkan saya dan Lana. Saya tidak bisa berkata apa-apa lagi selain kata terima kasih,” kata Linda yang berkata kepada Fandi.
“Sama-sama Bu. Kebetulan saya tadi juga baru saja selesai praktek jadi waktu mau pulang saya lihat ibu dan juga Lana jadi tak ada salahnya jika mengantarkan pulang. Apalagi arah jalan pulang kita searah jadi gak ada salahnya,” jawab Fandi dengan sopan.
Linda yang duduk dibelakang bisa melihat jika dokter yang merawat dirinya ini menaruh perasaan yang lebih kepada sang putri. Ia bukan tutup mata ketika melihat bagaimana dokter Fandi dari tadi mencuri pandang kearah sang putri. Tapi putrinya tak terlalu melihat kearah itu. Linda tak pernah memaksakan jika sang putri ingin menikah dengan laki-laki manapun asalkan laki-laki itu mencintai sang putri dan bisa menjaga sang putri itu sudah lebih dari cukup untuk dirinya. Kalaupun nantinya Lana akan bersama dengan dokter Fandi Linda dengan senang hati akan menerimanya. Tapi lagi-lagi ini semua tergantung keputusan dari Lana dan Linda tak mau sampai ikut campur.
“Kamu dari kantor langsung ke rumah sakit?” tanya Fandi mencoba membuka pembicaraan.
“Iya dokter tadi saya minta izin pulang lebih awal untuk bisa menjemput ibu,” jawab Lana berusaha untuk tetap sopan.
“Bos kamu ternyata baik juga memperbolehkan kamu untuk pulang lebih awal,” kata Fandi mencoba untuk berbicara dengan Lana.
Lana hanya tersenyum saja mendengar apa yang dikatakan oleh dokter Fandi. Andai saja dokter Fandi tahu jika bosnya tak sebaik yang dia duga. Tapi Lana tak banyak bicara setelah itu. Bahkan sepanjang jalan dokter Fandi pun mencoba untuk mengajak bicara Lana dan Lana hanya menjawabnya sekedarnya saja.
Sementara itu Dante memilih untuk pulang ke apartemennya daripada ke rumahnya karena ia sedang malas berada di rumah. Padahal besok dia akan berangkat ke Lombok untuk pergi keacara salah satu rekan kerjanya yang membuat Dante harus datang. Tapi walaupun begitu Dante tak merasa menyesal harus pergi ke Lombok karena urusan pekerjaan karena ia akan pergi bersama wanitanya. Dante benar-benar tak sabar menantikan hari esok dan berharap jika besok tak hanya sukses soal pekerjaan tapi juga sukses menghabiskan waktu bersama dengan wanitanya itu. Entah kenapa rasa penasarannya membuat Dante bisa melakukan berbagai macam cara untuk bisa mengurung wanitanya untuk tetap berada dalam genggamannya. Padahal sebelumnya Dante tak pernah merasakan perasaan seperti ini. Bahkan ketika ia dulu bersama dengan mantan kekasihnya pun tak pernah merasakan perasaan seperti ini. Entah kenapa wanita itu benar-benar lain daripada yang lain. Dan itu membuat frustasi Dante karena seakan-akan ia tak pernah puas dengan wanita itu.
“Aku gak sabar menunggu sampai besok. Tapi jangan salah besok aku pasti akan membuat kamu mendesah dibawah kuasa aku,” kata Dante yang tak mau kalah.
Dante benar-benar tak sabar menunggu hari esok dan ingin segera menarik tubuh wanita itu berada di bawah kendalinya. Dan itu membuat sesuatu didalam diri Dante meluap karena gairah yang ia tahan.
“See you tomorrow baby,” kata Dante dengan senyum yang penuh arti.
Dante benar-benar tak sabar menunggu hari esok dan memulai petualangan yang baru bersama wanita bernama Alana Jasmine.
Mobil milik dokter Fandi berhenti tepat didepan rumah Lana.
“Terima kasih dokter sudah mengantarkan saya dan juga ibu,” kata Lana yang sudah membantu anak ibu turun.
“Sama-sama,” jawab Fandi ramah.
Dengan dibantu Fandi akhirnya barang bawaan sang turun juga dari mobil. Dan setelah itu ia mengantarkan sang ibu dulu kedalam rumah.
“Maaf dok bukannya saya melarang dokter untuk mampir tapi kebetulan rumah saya belum saya bersihkan,” kata Lana yang tak memperbolehkan dokter Fandi mampir ke rumahnya.
“Iya tidak apa-apa saya mengerti. Kalau begitu saya permisi dulu. Salam buat ibu,” jawab dokter Fandi mengerti.
Lana pun menganggukkan kepalanya mengerti. Setelah itu dokter Fandi pun meninggalkan rumahnya Lana.
“Dokter Fandi sudah pergi sayang?” tanya Linda kepada Lana.
“Sudah Bu,” jawab Lana yang mulai membereskan barang-barangnya.
“Lana sepertinya dokter Fandi suka sama kamu dari tadi dia terus menatap kagum kearah kamu walaupun kamu tak membalas tatapan dari dokter Fandi. Ibu gak masalah kalau kamu memang suka sama dokter Fandi,” kata Linda dengan ekspresi senang.
“Ibu jangan mulai deh. Aku sedang tak ingin menjalin hubungan dengan laki-laki manapun. Sekarang fokus aku hanya untuk umum dan kerjaan aja,” jawab Lana yang masih mencoba membongkar barang bawaan sang ibu.
“Seharusnya di usia kamu yang saat ini kamu harusnya menikmati hidup seperti gadis yang lain dan mungkin bisa memulai sebuah hubungan dengan laki-laki tapi kamu malah harus mengurus ibu dan sibuk bekerja. Ibu benar-benar minta maaf sama kamu sayang,” kata Linda yang merasa bersalah.
Lana yang tadi sedang membuka tas milik sang ibu pun mengehentikan kegiatannya dan sekarang menatap kearah sang ibu.
“Bu Lana gak merasa sedih kok harus menjalani semua ini. Bahkan Lana senang diusia Lana saat ini sudah diberi kesempatan untuk melakukan hal yang lebih daripada anak seumuran Lana. Jadi ibu tidak usah merasa bersalah,” kata Lana sambil memegang yang sang ibu.
Linda pun membalas sapaan tangan dari sang putri.
“Oya bu sebenarnya besok Lana ada dinas keluar sama bos Lana di Lombok dan bakal menginap untuk beberapa hari disana. Apa ibu tidak apa-apa jika Lana tinggal sebentar?” tanya Lana hati-hati.
“Sayang ibu gak apa-apa. Kamu bisa lihat sendiri jika keadaan ibu sudah baik-baik aja. Dan kamu fokus sama kerjaan kamu aja. Seharusnya kamu beruntung karena kamu sudah dipercaya untuk bisa dinas keluar dan membantu bos kamu itu berarti tandanya bos kamu suka dengan kinerja kamu dan berdampak untuk jenjang karier kamu kedepannya,” jawab Linda tak mempermasalahkan semua itu.
Lana tersenyum getir mendengar apa yang dikatakan oleh sang ibu. Andai ibunya tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada dirinya mungkin sang ibu tak akan berkata seperti itu. Jadi Lana memilih untuk memperpanjang masalah dan fokus dengan kesehatan sang ibu.