Lana sedang memindahkan nasi goreng yang dibelinya di warung depan rumahnya karena ia tak cukup waktu untuk masak makan malam jadi lebih baik membelinya saja dan untung saja sang ibu tak mempermasalahkannya.
“Bu ini nasi gorengnya,” kata Lana sambil menyerahkan piring berisi nasi goreng.
“Makasih sayang,” jawab Linda sambil menerima nasi goreng itu.
Ibu dan anak pun makan dalam diam nasi goreng yang dibeli oleh Lana tadi. Sampai akhirnya Lana membuka suaranya. Lana harus bilang kepada sang ibu membahas soal kepergiannya ke Lombok besok. Karena mau tak mau ia harus meninggalkan sang ibu.
“Kalau sudah makan nanti obatnya diminum ya Bu,” kata Lana mengingatkan.
“Iya sayang ibu tahu,” jawab Linda mengerti.
“Bu, boleh Lana bicara sesuatu sama ibu sekarang?” tanya Lana mulai membuka suara.
Linda yang sedang menghabiskan nasi gorengnya pun mengehentikan sejenak dan sekarang menatap kearah sang putri.
“Ada apa sayang? Apa kamu punya masalah?” tanya Linda kepada Lana.
“Ini bukan masalah yang besar seperti apa yang ibu katakan. Tapi aku berat untuk meninggalkan ibu sendirian di rumah. Jadi sebenarnya besok aku diminta oleh kantor untuk menemani bos pergi ke Lombok untuk masalah pekerjaan. Sebenarnya beberapa waktu yang lalu aku pindah bagian pekerjaan. Sebelumnya aku hanya karyawan biasa tapi sekarang aku menjadi sekretaris pemilik perusahaan dan karena pekerjaan baru aku ini membuat aku mungkin akan sering ikut bos pergi menemui klien atau harus meeting yang mungkin nantinya akan keluar kota bahkan keluar negeri. Awalnya aku menolak posisi ini tapi ini adalah perintah bos langsung yang melihat pekerjaan aku bagus jadi bos meminta aku jadi sekretarisnya. Jadi kemungkinan aku akan sering tidak di rumah atau juga pulang terlambat jika bos ada meeting atau harus menyelesaikan pekerjaan. Apa ibu tidak apa-apa jika Lana tinggal di rumah sendiri? Atau Lana perlu cari orang yang bisa merawat ibu ketika Lana sedang tidak ada di rumah?” tanya Lana memasang ekspresi khawatir.
“Ya ampun sayang ibu kira kamu mau mengatakan sesuatu yang serius atau bahkan memiliki masalah yang besar. Ternyata kamu mau membicarakan soal pekerjaan baru kamu. Seharusnya kamu gak usah khawatir soal keadaan ibu. Kamu bisa melihat sendiri kan bagaimana keadaan ibu saat ini. Ibu sudah jauh lebih baik dan dengan berjalannya waktu ibu juga sudah akan baik-baik saja. Seharusnya kamu senang kamu bisa mendapatkan kesempatan kerja yang jauh lebih besar lagi. Dan juga kamu mendapatkan kesempatan yang besar juga untuk jenjang karier kamu yang lebih baik lagi. Jadi kamu gak usah khawatir soal ibu karena ibu akan baik-baik saja. Dan gak usah menyewa orang untuk menemani ibu karena ibu bisa sendiri,” jawab Linda sambil menggenggam tangan sang putri.
“Maaf ya Bu kalau Lana belum bisa jadi putri yang baik buat ibu. Seharusnya Lana bisa menjaga ibu setelah keluar dari rumah sakit tapi Lana tidak bisa melakukannya karena harus pergi untuk pekerjaan,” kata Lana dengan mata yang berkaca-kaca.
“Ibu kan udah bilang ibu tidak apa-apa. Dan siapa bilang jika kamu belum bisa menjadi putri ibu yang baik. Karena bagi ibu kamu adalah putri ibu yang paling baik. Kamu selama ini sudah bekerja keras untuk bisa membiayai kehidupan kita jadi tak ada alasan bagi ibu untuk bangga sama kamu jadi kamu jangan pernah merasa belum bisa menjadi putri yang baik buat ibu karena pada kenyataannya kamu sudah menjadi putri terbaik untuk ibu,” kata Linda sambil mengusap wajah lelah sang putri.
Mata Lana berkaca-kaca ketika mendengar hal itu. Apakah ibunya akan berkata seperti ini jika sang ibu tahu apa yang telah ia lakukan di masa lalu? Bagaimana reaksi sang ibu ketika tahu jika putri yang ia banggakan ternyata wanita kotor yang rela menjual tubuhnya demi uang dan itu membuat Lana merasakan hatinya sakit.
“Kok malah nangis ibu bilang ibu tidak apa-apa jika kamu tinggal untuk bekerja jadi jangan pikirkan yang lalu fokus saja dalam bekerja karena ibu akan baik-baik saja,” jawab Linda sambil memeluk tubuh sang putri.
Lana pun menangis dalam pelukan sang ibu ketika mendengar apa yang dikatakan oleh sang ibu kepada dirinya. Ia pikir jika dirinya akan baik-baik saja jika meninggalkan sang ibu tapi pada kenyataannya ia menangis bukan soal itu melainkan karena rasa bersalah yang Lana rasakan karena ia bukan menjadi putri yang baik untuk sang ibu tapi sang ibu menganggapnya sebagai sosok putri yang baik. Maka dari itu sekarang Lana menangis karena rasa bersalah yang ia rasakan. Tapi dalam hati ia berjanji akan segera terbebas dari jerat sang bos dan bisa kembali hidup normal. Bahkan Lana berpikir akan pindah dari daerah ini dan pergi yang jauh dari tangan sang bos karena ia tak mau sampai bertemu lagi dengan sang bos.
“Ya udah lanjutkan makannya dan setelah itu ibu bantu kamu untuk membereskan barang bawaan kamu,” kata Linda mencoba menenangkan sang putri.
Lana pun hanya menganggukkan kepalanya karena ia tahu ada sang ibu yang akan selalu ada untuk dirinya jadi ia harus tetap bersemangat menjalani kehidupan yang pastinya besar tapi ia harus tetap menjalaninya karena ini demi sang ibu. Setelah itu Lana pun menghabiskan malam bersama sang ibu dan pastinya sedikit bercerita tentang pekerjaan barunya. Walaupun Lana tak menceritakan semuanya tapi ia merasa nyaman saat ini karena bisa bersama dengan sang ibu dengan keadaan yang sehat pastinya. Yang pasti tak semuanya ia ceritakan kepada sang ibu terutama hal-hal buruk yang terjadi kepada dirinya.
Sementara itu dengan langkah yang tegap dan juga kacamata hitam yang ia kenakan penampilan Dante pagi itu mencuri banyak perhatian orang-orang diluar sana. Pagi itu Lana berpakaian santai tak seperti biasa ia memakau pakai kerja yang lengkap. Jadi tak heran jika penampilan Dante pagi ini membuat banyak pasang mata melihat kearahnya. Tapi Dante tak memperdulikan hal itu dan memilih untuk berjalan terus menuju ruang tunggu sambil menunggu wanitanya datang. Dari semalam Dante benar-benar tak sabar menunggu hari ini. Terutama tak sabar mengulangi malam-malam panas bersama dengan wanitanya itu. Karena untuk sampai di titik ini Dante harus melewati banyak hal yang pastinya tak mudah. Jadi tak salah jika Dante menantikan makan ini sehingga ia pastikan akan menghabiskan malam panas dan penuh gairah dengan wanitanya itu. Dan tak akan Dante biarkan wanita itu turun dari ranjangnya sampai dirinya sendiri yang mengizinkannya.
Dan tak berapa lama wanita yang sudah ditunggu oleh Dante pun tiba dan lagi-lagi Dante dibuat terpesona dengan penampilan gadisnya yang memang benar-benar sulit untuk ditebak. Padahal wanitanya itu hanya memakai pakaian kerja yang bisa dibilang sangat sederhana dan berbeda dengan wanita lainnya yang bahkan jauh lebih modis daripada wanitanya itu tapi entah kenapa Dante seperti melihat sesuatu yang berbeda dari mata wanitanya itu yang membuatnya selalu saja penasaran.
“Maaf pak saya terlambat,” kata Lana yang baru saja datang.
“Apa kamu sudah membawa apa yang saya suruh?” tanya Dante dengan ekspresi yang datar.
“Sudah pak saya sudah membawa laporan yang bapak minta dan juga membawa laptop juga,” jawab Lana yang mencoba mengatur napasnya.
Lana benar-benar lari dari lobby depan hingga sampai disini karena memang ia tadi ia harus menaiki beberapa angkutan umum hingga akhirnya sampai di bandara ini. Jadi wajar saja jika ia harus berlari dari lobby depan sampai ke ruang tunggu ini.
“Apa kamu sudah sarapan pagi?” tanya Dante tiba-tiba.
“Kalau bapak mau sarapan pagi biar saya tunggu disini saja. Saya mau memeriksa beberapa dokumen yang bapak butuhkan,” jawab Lana sambil menolak dengan halus.
Rahang Dante mengetat ketika mendengar apa yang dikatakan oleh sang bos. Tapi yang pasti Dante tak suka mendengar jawaban seperti itu.
“Ikut saya sekarang,” perintah Dante dengan suaranya yang tegas.
“Tapi pak….”
Belum juga Lana menyelesaikan perkataannya tiba-tiba sang bos sudah mengatakan sebuah kata-kata yang membuat nyali Lana menciut.
“Kamu mau ikut dengan saya atau saya cium kamu didepan orang-orang,” ancam Dante yang mencoba menahan amarahnya.
Lana tak berani membantah apa yang diperintahkan oleh sang bos hingga ia pun mengikuti kemanapun sang bos pergi karena ia tak mau sampai sang bos melakukan hal-hal buruk di depan umum yang nantinya akan membuat Lana merasa bersalah.
Lana pun berjalan mengikuti langkah kaki sang bos yang begitu lebarnya sehingga kaki Lana yang kecil tak sanggup untuk berjalan lebih cepat. Hingga mereka sampai di sebuah coffe shop yang tak jauh dari ruang tunggu mereka.
“Kamu pesankan kopi buat saya dan kamu pesan makanan yang kamu inginkan untuk sarapan kamu,” perintah Dante sambil memberikan kartu kreditnya.
“Baik pak,” jawab Lana patuh.
Setelah itu Lana pun segera membeli kopi untuk bosnya dan susu coklat dan roti untuk dirinya sendiri karena memang tadi Lana belum sempat sarapan karena takut terlambat.
Tak berapa lama Lana pun kembali membawa makanan pesanan mereka berdua. Dan selanjutnya mereka lebih memilih menikmati makanannya sendiri tanpa ada yang bicara hingga Dante membuka suaranya.
“Nanti malam saya ada undangan makan malam dari pak Ridwan atas pembukaan hotel barunya di Lombok. Jadi nanti malam kamu harus menemani ke acaranya pak Ridwan,” kata Dante singkat.
“Tapi pak saya tidak punya baju yang pantas untuk datang keacara itu. Lebih baik bapak berangkat sendiri atau pergi dengan teman wanita bapak,” tolak Lana dengan halus.
Dante yang baru saja meminum kopinya pun langsung meletakan cangkir kopinya dan menatap kearah Lana.
“Saya mau kamu menemani saya pergi ke acaranya pak Ridwan dan soal baju biar nanti yang urus. Karena setelah kita pergi ke acaranya pak Ridwan giliran kamu yang menghabiskan malam dengan saya. Jadi saya tak mau mendengarkan penolakan dari kamu,” kata Dante dengan suaranya yang dalam dan sorot mata yang tajam.
Sedangkan Lana sendiri langsung berubah pucat pasi ketika sang bos mengatakan jika malam ini sang bos meminta dirinya untuk bermalam dengan sang bos. Apakah ini awal dari penderitaan yang harus Lana alami?