loader image

Novel kita

YOU COMPLETE ME – CHAPT 51

YOU COMPLETE ME – CHAPT 51

KOMPROMI
96 User Views

Isha menajamkan telinganya meskipun dia memunggungi Malik. Nama Rosi yang disapa dengan santun oleh Malik membuat Isha ingat dengan kata-kata Aminah, bahwa Rosi yang dulu sering membantu Malik membereskan kontrakannya.

“Mal? Aku dengar kabar dari Siti katanya kamu sudah menikah?” tanya Rosi di seberang.

“Iya, benar, Ros?” Malik mengiyakan pertanyaan Rosi.

“Dengan siapa? Dengan Isha?” tanya Rosi lagi dengan nada tak sabar.

“Ya. Aku menikah dengan Isha.” Terdengar suara Malik menjawab dengan datar.

Sepertinya ada sesuatu yang tak nyaman di telinga Isha saat mendengar hal ini. Maka dengan cepat Isha membalikkan tubuhnya, menghadap ke arah Malik yang sedang menerima panggilan telepon. Mata mereka beradu pandang. Malik tersenyum lembut pada Isha, sementara gadis itu melemparkan tatapan kesal pada Malik sehingga pria itu tertegun.

“Dengan Isha? Kamu nggak salah menikahi perempuan, kan, Mal? Bukannya beberapa waktu lalu kamu bilang bahwa dia akan menikah dengan orang lain?” Rosi protes.

Isha melihat Malik tersenyum lembut.

“Ada satu dan lain hal. Semua karena kuasa Tuhan, sehingga akhirnya aku menikah dengannya.” Malik menjawab dengan menatap Isha, sementara bibirnya tak henti menyunggingkan senyum.

“Tapi, Mal? Kamu sudah jelas-jelas menolak aku hanya untuk menikahi perempuan yang sudah membuat hatimu terpenjara selama bertahun-tahun? Kamu … kamu yakin nggak salah pilih?” Rosi di seberang masih belum juga bisa menerima keadaan bahwa Malik sudah menikah.

“Ros, jodoh, rezeki, dan ajal itu hanya Tuhan yang punya kuasa.” Malik mencoba menjelaskan dengan lembut.

Dan Isha tak tahu harus bilang apa lagi. Untuk menghalau rasa suntuk, dia bangkit untuk meraih ponselnya yang tadi dia letakkan di dekat bantal. Tangannya membuka beberapa sosial media hanya untuk mengalihkan perhatiannya agar tidak penasaran dengan pembicaraan Malik dengan Rosi.

Hingga tanpa sengaja, tangannya mencari nama Rosi di pertemanan media sosial milik Malik. Rosiana namanya. Kemudian Isha membuka profil perempuan itu. Dan Isha mengakui bahwa Rosiana yang kini dilihatnya itu memang cantik. Isha menoleh, menatap Malik yang masih berbincang dengan Rosi.

Seketika, terbetik pikiran bahwa Malik dan Rosi cukup serasi. Malik jelas tampan, meski sering kali Isha menyangkalnya. Dan Rosi, hanya dalam sekali pandang saja Isha bisa menyimpulkan bahwa Rosi perempuan yang tidak hanya cantik tetapi juga tangguh. Tak ada kesan bahwa Rosi adalah perempuan manja seperti dirinya.

Hei, mengapa harus membandingkan diri dengan Rosi? Isha kesal sendiri dengan jalan pikirannya yang absurd itu. Lantas dimatikannya ponsel yang sejak tadi dilihatnya dan kembali memunggungi Malik yang masih menerima telepon.

“Maaf, Rosi. Sudah malam. Aku akan menjelaskan sama kamu besok. Sekarang aku harus istirahat. Isha sudah menunggu.” Terdengar kalimat pamungkas Malik membuat Isha membelalakkan matanya.

Isha menunggu?

Seketika Isha kembali membalikkan badan untuk menghadap pada Malik yang sudah menutup sambungan teleponnya. Isha hanya diam, melihat Malik yang mematikan ponselnya. Pria itu duduk di sisi ranjang, menatap Isha yang memunggunginya.

“Sha? Kamu sudah tidur?” tanya Malik lembut.

Isha yang belum tertidur membuka matanya, namun tidak menghadap pada Malik. Dia hanya diam menunggu apa yang akan dilakukan dan dikatakan Malik.

“Isha?” Malik memanggil ulang.

Karena dipanggil berulang, Isha akhirnya bergerak dalam posisi berbaring miring menghadap pada Malik yang duduk menatapnya.

“Ada apa?” tanya Isha.

“Maaf kalau aku teleponnya agak lama.” Malik memulai pembicaraan dengan suara rendah.

“Lama juga nggak masalah, kan? Atau keberadaanku mengganggu acara telepon Abang?” tanya Isha dengan nada sedikit sewot.

Mendengar hal ini Malik tersenyum bijak. Sangat bijak.

“Kamu tidak marah aku telepon sama Rosi, kan?” Malik menatap Isha dengan tatapan lembut, membuat Isha bagai dilempar pada masa-masa dulu ketika mereka masih berteman baik.

“Aku … aku tidak marah?” Isha menjawab gugup, entah mengapa.

Malik tersenyum.

“Syukurlah kalau kamu tidak marah.” Malik memilih kata yang bijak.

Isha mencibir Malik saat laki-laki itu beranjak berdiri.

“Abang mau kemana?” tanya Isha.

Tiba-tiba sebuah kecurigaan muncul di hati Isha bahwa Malik akan telepon lagi dengan Rosi. Bukankah perbincangan tadi terputus begitu saja?

“Mau sholat isya. Tadi belum jadi sholat, kan?” Malik menatap Isha.

Gadis itu mengangguk karena biasanya dia sholat isya ketika malam menjelang dini hari sekalian sholat malam.

“Mau jamaah?” Malik menawarkan.

Isha menatap suaminya itu dengan ragu. Namun dia ingat, jika ajakan baik seperti ini jelas tak boleh diabaikan. Apalagi yang mengajak ibadah ini adalah suaminya. Maka dia tak punya alasan apapun untuk menolak, Dan Isha kemudian mengangguk.

“Ayo kalau begitu,” ajak Malik dengan mengulurkan tangannya pada Isha, mengajak gadis itu bangkit. Namun Isha ragu sehingga tidak segera menerima tangan Malik yang terulur padanya itu.

Malik yang menyadari hal ini kemudian menarik kembali tangannya dengan senyum lembut dan bijak. Pria itu kemudian berkata penuh permintaan maaf, “Maaf. Aku tak ingat bahwa kamu belum terbiasa denganku.”

Isha mengangguk kemudian bangkit dan berjalan mengikuti Malik yang berjalan terlebih dahulu ke luar kamar. Mereka menuju ke kamar mandi untuk wudhu kemudian melaksanakan sholat isya berjamaah.

***

“Mengapa gelisah, Sha? Nggak bisa tidur karena kamarnya panas? Mau aku ambilkan kipas angin?” tanya Malik yang masih membaca dari atas kasur saat dilihatnya Isha tidur dengan gelisah. Berbalik kesana kemari dengan tak nyaman. Mungkin karena biasanya tidur di kamar yang sejuk.

Isha menggeleng. Tentu bukan karena suhu udara yang masih bisa Isha toleransi. Tetapi ada hal yang membuatnya gelisah kali ini.

“Jadi mengapa tak bisa tidur?” tanya Malik lagi.

“Entah mengapa tak bisa tidur.” Isha menjawab lirih.

Malik mengedarkan tatapan matanya ke seluruh kamar yang meskipun tidak terlalu jelek namun jelas kalah bagus dengan kamar Isha. Kamar ini hanya ada ventilasi sebagai pergantian udara, sementara kamar Isha lengkap dengan AC yang menyejukkan.

“Kamu kepanasan? Minta pulang ke rumahmu sekarang?” tanya Malik dengan kesabaran yang luar biasa.

Isha menggeleng horor. Mana mungkin hanya karena kepanasan dia akan minta pulang? Apa pula penilaian Aminah dan Aiman jika sampai dia melakukannya. Tidak! Isha masih punya cukup etika untuk tidak melakukan hal tak masuk akal seperti itu.

“Lalu kenapa? Nggak terbiasa tidur sama aku?” tanya Malik lagi, menggunakan dugaan-dugaan yang mungkin menjadi alasan kegelisahan Isha malam ini.

Isha terdiam, seolah sedang mencari kalimat yang tepat untuk bertanya mengenai Rosi, perempuan yang tadi menelepon Malik.

“Aku bisa tidur di bawah kalau kamu tak terbiasa tidur denganku.” Malik masih memegang buku pelajaran yang sejak tadi dibacanya.

“Bukan! Bukan karena itu. Abang masih bisa tidur di kasur. Nggak perlu tidur di bawah.” Isha menjawab cepat. Sekesal apapun dia sama Malik, nyatanya kebaikan pria itu membuatnya segan untuk semakin ketus.

“Jadi mengapa kamu gelisah dari tadi?” Malik menatap manik mata Isha yang bulat dan berbinar.

“Kalau aku tanya, apakah Abang akan marah?” Isha bertanya pelan.

Melihat sikap merajuk Isha seperti ini, Malik tertawa kecil. Dia kemudian menutup buku pelajaran yang dipegangnya dan meletakkannya di atas meja nakas sederhana itu.

“Mengapa aku harus marah? Bukannya aku sudah berjanji sama kamu untuk tidak melakukan hal yang melukai kamu? Tentu aku tidak akan marah jika kamu hanya sekedar bertanya. Katakan, apa yang ingin kamu tanyakan.”

Sesaat Isha gelisah merangkai kata.

“Boleh aku tahu siapa yang telepon Abang tadi?”

Deg! Jantung Malik bagai dihantam palu godam yang membuatnya seolah berhenti berdetak.

“Dia ….”

***

YOU COMPLETE ME

YOU COMPLETE ME

Score 10
Status: Completed Type: Author: Released: 2023
Pertemanan yang Malik jalin bersama Isha semenjak mereka  masih anak-anak berujung permusuhan karena sebuah kesalahpahaman. Satu sama lain saling menjauh. Apalagi ketika suatu ketika Malik mengatakan bahwa dia memang mencintai Isha, sehingga Isha marah dan menuduh Malik mengkhianati persahabatan mereka dengan membiarkan perasaan cintanya berkembang untuk Isha. Malik yang pasrah hanya bisa mencintai dalam diam dan putus asa ketika mendengar Isha akan dipersunting oleh laki-laki lain. Namun, sepertinya takdir sedang mempermainkan mereka ketika Malik justru mengajukan diri untuk menggantikan posisi Murad, laki-laki yang hendak menikahi Isha tetapi justru tidak hadir pada hari yang dijanjikan. Bagaimana Isha mengambil sikap? Apakah dia menerima uluran tangan Malik untuk menyelamatkan nama baiknya dan menerima pernikahan itu? Atau memilih menolak dengan banyaknya konsekuensi yang harus ditanggungnya? Jika memang Isha membenci Malik, mengapa dia membenci semua perempuan yang dekat dan mendekati Malik?

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!

Options

not work with dark mode
Reset